BAB 1
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Pendekatan kontekstual sudah lama dikembangkan oleh John Dewey pada tahun 1916,yaitu sebagai filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa. Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) dikembangkan oleh The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning, yang bergerak dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Salah satu kegiatannya adalah melatih dan memberi kesempatan kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan kontekstual di Amerika Serikat melalui Direktorat PLP Depdiknas.
Pendekatan kontekstual lahir karena kesadaran bahwa kelas-kelas di Indonesia tidak produktif. Sehari-hari kelas-kelas di sekolah diisi dengan “pemaksaan” terhadap siswa untuk belajar dengan cara menerima dan menghapal. Harus segera ada pilihan strategi pembelajaran yang lebih berpihak dan memberdayakan siswa. Adapun yang melandasi pengembangan pendekatan kontekstual adalah konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghapal. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benar mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Konstruktivisme berakar pada filsafat yang digagas oleh John Dewey pada awal abad 20 yang lalu.Ada kecenderungan dewasa ini untuk kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan sekedar mengetahuinya. Sebab, pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Inilah yang terjadi pada kelas-kelas di sekolah Indonesia dewasa ini. Hal ini terjadi karena masih tertanam pemikiran bahwa pengetahuan dipandang sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihapal, kelas berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, akibatnya ceramah merupakan pilihan utama strategi mengajar. Karena itu, diperlukan :
(1) sebuah pendekatan belajar yang lebih memberdayakan siswa
(2) kesadaran bahwa pengetahuan bukanlah seperangkat fakta dan konsep yang siap diterima, melainkan sesuatu yang harus dikonstruksi sendiri oleh siswa
(3) kesadaran pada diri siswa tentang pengertian makna belajar bagi mereka, apa manfaatnya, bagaimana mencapainya, dan apa yang mereka pelajari adalah berguna bagi hidupnya.
(4) posisi guru yang lebih berperan pada urusan strategi bagaimana belajar daripada pemberi informasi
Pendekatan kontekstual (CTL) adalah pendekatan pembelajaran yang kharakteristiknya memenuhi harapan itu. Sekarang pembelajaran kontekstual menjadi tumpuan dan harapan para ahli pendidikan dan pengajaran dalam upaya menghidupkan kelas secara maksimal
b. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian CTL ?
2. Bagaimana konsep pemikiran dalam menggunakan pendekatan CTL ?
3. Apa perbedaan pendekatan CTL dengan pendekatan tradisional?
4. Apa asas yang melandasi CTL ?
5. Apa kendala dalam pelaksanaan pendekatan CTL ?
c. Tujuan
1. Agar memahami pengertian CTL
2. Agar mengetahui konsep pemikiran tentang CTL
3. Agar mengetahui perbedaan CTL dengan pendekatan tradisional
4. Agar mengetahui asas yang melandasi CTL
5. Agar mengetahui kendala dalam pelaksanaan pendekatan CTL
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian CTL
Contetextual Teaching and Learning (CTL ) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Pendekatan kontektual (Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlansung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil
Dalam kelas kontektual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan kearah kecakapan hidup (life skill). Kecakapan hidup atau life skill merupakan kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problema hidup dengan wajar tanpa merasa tertekan kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya.
Dari konsep tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami:
1. CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,artinya proses belajar diorientasikan pada prosespengalaman secara langsung.
2. CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata.
3. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan,artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya,akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan bagi setiap guru manakala menggunakan pendekatan CTL,yaitu sebagai berikut :
1. Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang sedang berkembang.Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya.Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil,melainkan organism yang sedang berada dalam tahap-tahap perkembangan.Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh tingkat perkembangan dan pengalaman mereka.Dengan demikian peran guru bukan sebagai instruktur yang memaksakan kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
2. Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan.Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang dianggap aneh dan baru.Oleh karena itu belajar belajar bagi mereka adalah mencoba memecahkan setiap persoalan yang menantang,Dengan demikian guru berperan dalam memilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh siswa.
3. Belajar bagi siswa adalah proses mencari keterkaitan antara hal-hal yang baru dengan hal-hal yang sudah diketahui.Dengan demikian peran guru adalah membantu agar siswa mampu menemukan keterkaitan antara pengalaman baru dengan penngalaman sebelumnya.
4. Belajar bagi anak adalah proses penyempurnaan skema yang telah ada atau proses pembentukan skema baru,dengan demikian tugas guru adalah memfasilitasi agar anak mampu melakukan proses asimilasi dan proses akomodasi.
B. Konsep pemikiran tentang CTL
Pendekatan kontekstual mendasarkan diri pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut.Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih berurusan dengan trategi daripada memberi informasi. Guru hanya megelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan suatu yang baru bagi siswa. Proses belajar mengajar lebih diwarnai Student centered daripada teacher centered. Menurut Depdiknas guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut:
1) Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh siswa .
2) Memahami latar belakang dan pengalaman hidup siswa melalui proses pengkajian secara seksama.
3) Mempelajari lingkungan sekolah dan tempat tinggal siswa yang selanjutnya memilih dan mengkaiykan dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam pembelajaran kontekstual.
4) Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki siswa dan lingkungan hidup mereka.
5) Melaksanakan penilaian terhadap pemahaman siswa, dimana hasilnya nanti dijadikan bahan refeksi terhadap rencana pemebelajaran dan pelaksanaannya.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami (experiencing), menerapkan (applying), bekerjasama (cooperating) dan mentransfer (transferring).
- Mengaitkan adalah strategi yang paling hebat dan merupakan inti konstruktivisme. Guru menggunakan strategi ini ketia ia mengkaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenal siswa. Jadi dengan demikian, mengaitkan apa yang sudah diketahui siswa dengan informasi baru.
- Mengalami merupakan inti belajar kontekstual dimana mengaitkan berarti menghubungkan informasi baru dengan pengelaman maupun pengetahui sebelumnya. Belajar dapat terjadi lebih cepat ketika siswa dapat memanipulasi peralatan dan bahan serta melakukan bentuk-bentuk penelitian yang aktif.
- Menerapkan. Siswa menerapkan suatu konsep ketika ia malakukan kegiatan pemecahan masalah. Guru dapat memotivasi siswa dengan memberikam latihan yang realistic dan relevan.
- Kerjasama. Siswa yang bekerja secara individu sering tidak membantu kemajuan yang signifikan. Sebaliknya, siswa yang bekerja secara kelompok sering dapat mengatasi masalah yang komplek dengan sedikit bantuan. Pengalaman kerjasama tidak hanya membanti siswa mempelajari bahan ajar, tetapi konsisten dengan dunia nyata.
5. Mentransfer. Peran guru membuat bermacam-macam pengelaman belajar dengan focus pada pemahaman bukan hapalan.
C. Perbedaan CTL dengan pendekatan tradisional
Kontekstual
1. Menyandarkan pada pemahaman makna.
2. Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa.
3. Siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
4. Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata/masalah yang disimulasikan.
5. Selalu mengkaitkan informasi dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa.
6. Cenderung mengintegrasikan beberapa bidang.
7. Siswa menggunakan waktu belajarnya untuk menemukan, menggali, berdiskusi, berpikir kritis, atau mengerjakan proyek dan pemecahan masalah (melalui kerja kelompok).
8. Perilaku dibangun atas kesadaran diri.
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman.
10. Hadiah dari perilaku baik adalah kepuasan diri. yang bersifat subyektif.
11. Siswa tidak melakukan hal yang buruk karena sadar hal tersebut merugikan.
12. Perilaku baik berdasarkan motivasi intrinsik.
13. Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks dan setting.
14. Hasil belajar diukur melalui penerapan penilaian autentik.
Tradisional
1. Menyandarkan pada hapalan
2. Pemilihan informasi lebih banyak ditentukan oleh guru.
3. Siswa secara pasif menerima informasi, khususnya dari guru.
4. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis, tidak bersandar pada realitas kehidupan.
5. Memberikan tumpukan informasi kepada siswa sampai saatnya diperlukan.
6. Cenderung terfokus pada satu bidang (disiplin) tertentu.
7. Waktu belajar siswa sebagian besar dipergunakan untuk mengerjakan buku tugas, mendengar ceramah, dan mengisi latihan (kerja individual).
8. Perilaku dibangun atas kebiasaan.
9. Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan.
10. Hadiah dari perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor.
11. Siswa tidak melakukan sesuatu yang buruk karena takut akan hukuman.
12. Perilaku baik berdasarkan motivasi entrinsik.
13. Pembelajaran terjadi hanya terjadi di dalam ruangan kelas.
14. Hasil belajar diukur melalui kegiatan akademik dalam bentuk tes/ujian/ulangan.
D. Asas yang melandasi CTL
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki tujuh asas. Asas –asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL. Ketujuh asas tersebut antara lain :
1. Kontruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognisi siswa berdasarkan pengalaman.Menurut konstruktivisme, pengalaman itu memang berasal dari luar,akan tetapi dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengalaman terbentuk oleh dua factor penting yaitu obyek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subyek untuk menginterpretasi obyek tersebut. Pengetahuan adalah seperangkat fakta-fakta,konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi sendiri pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dalam pembelajaran di kelas penerapan prinsip konstruktivisme adalah sebagai berikut.
1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada pada siswa (activating knowledge)
2) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge)
3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)
4) Menerapkan pengetahuan dan pengalaman (apply knowledge)
2. Inkuiri ( Menemukan)
Asas kedua dalam pembelajaran kontekstual adalah inkuiri. Artinya,proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Menemukan merupakan bagian inti dari CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan sekedar sebagai hasil mengingat seperangkat fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan menuju pada kegiatan menemukan sendiri terhadap materi yang diajarkan. (Nurhadi, 2004).Dengan demikian dalam proses perencanaan,guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal,akan tetapi merangsang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus dipahaminya
3. Bertanya
Belajar pada dasarnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.bertanya dapat dianggap sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu,sedangkan menjawab pertanyaam mencerminkan kemampuan sesorang dalam berpikir. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi,menginformasikan apa yang telah diketahui dan mengarahkan pelatihan pada aspek yang belum diketahinya (Nurhadi, 2004:45).Kegiatan bertanya berguna untuk mengkaji informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru.Dalam proses pembelajaran CTL guru tidak menyampaikan informasi begitu saja,akan tetapi memancing agar siswa dapat menemukan sendiri.Karena itu peran bertanya sangat penting,sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru dapat membimbng dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajarinya.
4. Masyarakat Belajar
Dalam CTL penerapan masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar.Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen baik dilihat dari kemampuan belajar dan kecepatan belajarnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling membelajarkan,yang cepat didorong untuk membantu yang lambat belajar. Masyarakat belajar dapat terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran peserta didik, memberi informasi yang diperlukan oleh teman belajarnya dan meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Konsep masyarakat belajar menyadarkan bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharring antar teman, antar kelompok dan antara yang tahu dengan yang belum tahu. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman dan keterampilan berbeda yang perlu dipelajari. (Nurhadi, 2004:48)
5. Pemodelan
Yang dimaksud dengan asas pemodelan, adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.Misalnya guru memberikan contoh bagaimana cara melafalkan sebuah kalimat asing. Guru olahraga memberikan contoh bagaimana cara melempar bola dan lain sebagainya. Dalam pembelajaran CTL, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk menjadi contoh kepada siswa lain. (Nurhadi, 2004:49)
6. Refleksi
Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Siswa mendapatkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya .Refleksi merupakan respon terhadap kejadian aktivitas atau pengetahuan yang baru diterimanya. (Nurhadi, 2004:51).Melalui refleksi pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognisi siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang telah dibentuknya.
7. Penilaian Nyata
Penilaian nyata (authentic assesement ) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa.Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak.Apakah pengetahuan belajar siswa mempunyai pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Gambaran perkembangan siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. (Nurhadi, 2004:52)
E. Kendala dalam pelaksanaan CTL
Kendala dalam pelaksanaan terdiri dari beberapa hal yaitu: faktor tidak adanya kesiapan dari guru, tidak adanya modelling,kurangnya pelibatan siswa, lemahnya kemampuan membaca dan menulis (guru dan siswa) serta tidak tersedianya dana pendidikan yang memadai. Oleh karena itu pemberdayaan guru sangat penting dalam upaya mencapai pembelajaran CTL yang sesungguhnya. Pemberdayaan guru dapat dilakukan dengan workshop pendalaman CTL terhadap para guru. Dengan pelatihan tersebut guru akan belajar mengenai CTL dan melakukannya di dalam kelas dengan penuh tanggung jawab. Pemberdayaan guru merupakan faktor kunci keberhasilan pelaksanaan CTL. Jika guru tidak memiliki keterampilan untuk mengubah paradigma pola mengajar sekaligus tidak bisa mengelola kelas dengan baik, ilmu seluas langitpun yang ada di kepalanya tidak bisa ditransfer dengan baik kepada siswa didiknya. Pemberlakuan dan pelaksanaan CTL selayaknya juga melibatkan kesiapan dan kesigapan siswa sebagai pembelajar yang sesungguhnya. Sehingga bila CTL dilaksanakan oleh gurunya, siswa tidak kaget dan terjebak kembali kepada paradigma; gurunya malas karena hanya memberikan tugas dan catatan. Faktor keempat kemungkinan kegagalan strategi CTL dalam sistem pendidikan kita adalah lemahnya kemampuan membaca dan menulis (guru dan siswa). Padahal abad 21 adalah era informasi yang membutuhkan keterampilan membaca dan menulis.Dalam CTL diharapkan guru dan siswa mampu membaca buku dan menuliskan sesuatu, harus mempunyai kemampuan mengikat makna (Hernowo, Kaifa, 2001). Sebaik apapun kurikulum pendidikan, bila kelima faktor tersebut tidak terpenuhi maka CTL tidak maksimal dalam mencapai tujuannya.. |
|
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini:
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini:
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.. Melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akan merasakan pentingnya belajar, dan akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang dipejarinya.Dalam konsep CTL ada tiga hal yang harus kita pahami:
1. CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,artinya proses belajar diorientasikan pada prosespengalaman secara langsung.
2. CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata.
3. CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan,artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya,akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
Ada perbedaan antara pendekatan belajar tradisional dengan pendekatan belajar CTL.Terdapat tujuh asas yang melandasi CTL, yaitu kontrurktivisme, inquiri, bertanya, masyarakat belajar, permodelan, refleksi, dan penilaian nyata.Kendala dalam pelaksanaan terdiri dari beberapa hal yaitu: faktor tidak adanya kesiapan dari guru, modelling, pelibatan siswa, lemahnya kemampuan membaca dan menulis (guru dan siswa) serta tidak tersedianya dana pendidikan yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
Nurhadi. 2003. Pembelajaran Kontekstual (CTL) dan penerapannya dalam KBK.Malang: Universitas Negeri Malang (UM).press
Tim. 2003. Pendekatan Kontekstual(CTL). Jakarta: Depdiknas
Darsono, Max, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: Universitas Negeri Semarang Press
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar