Jumat, 17 Juni 2011

Rantai Makanan di Laut


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang

Kita tahu bahwa laut di permukaan bumi ini menempati sebagian besar permukaan bumi, ini menampakkan betapa pentingnya laut bagi keseimbangan kehidupan di bumi. Seperti yang dipaparkan oleh Prager dan Earle, 2000 dalam Dahuri R., 2003, Secara global laut meliputi dua pertiga dari permukaan bumi dan menyediakan sekitar 97% dari keseluruhan ruang kehidupan di bumi, dan laut telah membentuk dan mendukung keberadaan serta kehidupan umat manusia di bumi sejak munculnya mahluk hidup pertama dari laut.
Laut merupakan sebuah ekosistem besar yang di dalamnya terdapat interaksi yang kuat antara faktor biotik dan abiotik. Interaksi yang terjadi bersifat dinamis dan saling mempengaruhi. Lingkungan menyediakan tempat hidup bagi organisme-organisme yang menempatinya sebaliknya makluk hidup dapat mengembalikan energi yang dimanfaatkkannya ke dalam lingkungan. Suatu daur energi memberikan contoh nyata akan keberadaan interaksi tersebut. Di laut terjadi transfer energi antar organisme pada tingkatan tropis yang berbeda dengan demikian terjadi proses produksi. Hirarki proses produksi membentuk sebuah rantai yang dikenal dengan rantai makanan (Notji, 2002).
Rantai makanan adalah suatu peristiwa perpindahan energy makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makanan (tumbuhan-herbivora-carnivora). Pada setiap tahap pemindahan energy, 80%-90% energy potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja. Dalam rantai makanan ini, semua kehidupan hewan tergantung pada kemampuan tumbuhan hijau untuk berfotosintesis. Di laut, fitoplankton merupakan produsen makanan utama.
Namun peristiwa rantai makanan ini akan mengalami gangguan jika salah satu jaringan rantai makanan terputus. Salah satu gangguan tersebut yaitu pemanasan global, yang saat ini merupakan isu terhangat dunia. Para peneliti mengatakan bahwa pemanasan global ini akan mengancam kehidupan di laut yaitu dengan terganggunya keseimbangan rantai makanan pada biota laut.
Dalam makalah ini akan dibahas seberapa besar dampak dari pemanasan global terhadap keseimbangan rantai makanan pada biota laut.
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat permasalahan yang akan coba dibahas dalam makalah, yaitu
1.      Apa yang dimaksud rantai makanan (food chain) ?
2.      Apa saja komponen-komponen rantai makanan di laut ?
3.      Bagaimana pengaruh pemanasan global terhadap keseimbangan rantai makanan pada biota laut ?

1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi Laut, ada tujuan lain yaitu :
1.      Untuk mengetahui pengertian dari rantai makanan.
2.      Untuk mengetahui komponen apa saja yang ada dalam rantai makanan di laut.
3.      Untuk mengetahui bagaimana dampak pemanasan global sebagai salah satu factor yang dapat mengganggu keseimbangan rantai makanan pada biota laut.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Rantai makanan
Semua organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem ekologi didalam ekosistem. Didalam ekosistem terjadi rantai makanan/ aliran energy dan siklus biogeokimia. Rantai makanan dapat dikategorikan sebagai interaksi antar organisme dalam bentuk predasi.
Rantai makanan merupakan proses pemindahan energi makanan dari sumbernya melalui serangkaian jasad-jasad dengan cara makan-dimakan yang berulang kali (Romimohtarto dan Juwana, 1999). Terdapat tiga macam rantai pokok (Anonim 2008).yaitu rantai pemangsa, rantai parasit dan rantai saprofit.
1. Rantai Pemangsa
Rantai pemangsa adalah landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen. Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivore sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivore sebagai konsumen ke 2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3.
2. Rantai Parasit
Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup sebagai parasit. Contoh cacing, bakteri dan benalu.
3. Rantai Saprofit
Dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri. Rantai tersebut tidak berdiri sendiri akan tetapi saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk faring-faring makanan.
Sedangkan menurut sifat sumbernya, rantai makanan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yakni
1. Rantai Makanan Meramban atau Merumput (grazing)
Dalam rantai makanan ini, semua kehidupan hewan tergantung pada kemampuan tumbuhan hijau untuk berfotosintesis. Di laut, fitoplankton merupakan produsen makanan utama. Selanjutnya zooplankton memakan fitoplankton. Zooplankton yang umum terdapat di laut adalahCopepoda. Zooplankton ini adalah herbivora, memakan Diatom dan Dinoflagellata. Zooplankton lain adalahCrustacea planktonik. Menurut Nontji (1993) telur dan larva ikan yang terdapat di perairan bebas merupakan plankton sementara (meroplankton). Larva ikan ini bergantung pada jumlah fitoplankton yang ada disekitarnya. Ikan pemakan plankton adalah mangsa dari ikan karnivora seperti kembung, tongkol dan barakuda. Dan pemangsa ini adalah akhir dari rantai makanangrazi ng
2. Rantai Makanan Detritus.
Tumpukan besar detritus baik secara langsung maupun tidak, berasal dari biomassa tumbuhan dan hewan. Akan tetapi biomassa tumbuhan lebih banyak dibanding hewan. Oleh karena sumber
Detritus berupa feses juga berasal dari hewan herbivora. Romimohtarto dan Juwana (1999). Menyatakan bahwa sebanyak 10 – 50 % makanan yang dimakan oleh hewan tidak dicernakan, melainkan dibuang sebagai feses.
2.2. Komponen Rantai Makanan di Laut
Fitoplankton adalah penyedia makanan di dalam rantai makanan di laut atau disebut juga produsen. Ia merupakan makhluk hidup bersel satu yang sangat kecil, tidak bisa terlihat oleh mata telanjang (bisa dilihat melalui mikroskop) dan hidupnya melayang-layang di dalam laut. Fitoplankton disebut produsen karena memiliki klorofil untuk membuat makanan sendiri dengan bantuan cahaya matahari. Proses ini disebut fotosintesis. Contoh fitoplankton adalah dinoflagellata dan diatomae.
Zooplankton adalah hewan air yang kecil dan hidupnya melayang-layang di air. Ia tidak memiliki kemampuan untuk berfotosintesis seperti fitoplankton. Dalam rantai makanan di laut, zooplankton hidup dari memakan fitoplankton. Zooplankton yang lebih besar memakan zooplankton yang lebih kecil.
Hewan laut kecil seperti ikan sarden, ikan herring, kepiting dan lobster memakan zooplankton. Dalam rantai makanan di laut, zooplankton pemakan fitoplankton disebut konsumen I. Zooplankton pemakan zooplankton yang lebih kecil disebut konsumen II. Selanjutnya, hewan kecil pemakan zooplankton (konsumen II) di sebut konsumen III.
Hewan laut besar seperti
ikan hiu, ikan pedang dan gurita memakan hewan laut kecil.
Predator adalah hewan yang menempati posisi tertinggi di dalam rantai makanan di laut. Contohnya paus dan paus
pembunuh. Mammalia ini tidak hanya memakan ikan-ikan besar, tetapi juga serombongan ikan-ikan kecil.
Dekomposer adalah pengurai jasad makhluk hidup yang telah mati. Biasanya hidup di dasar laut dan disebut bentos. Dekomposer ini akan mengurai bangkai atau sisa-sisa makhluk hidup menjadi komponen yang lebih kecil lagi agar bisa digunakan kembali oleh fitoplankton sebagai sumber nutrisi untuk membuat makanan.
Peranan dekomposer sangat penting di dalam menjaga keseimbangan rantai makanan di laut. Tanpa kehadirannya, makhluk hidup yang mati tidak mampu membusuk. Fitoplankton pun tidak memiliki unsur hara sebagai bahan pembuatan makanan. Contoh dekomposer adalah bakteri, bintang laut, belut laut, cacing laut, dan udang.
2.3. Pengaruh pemanasan global terhadap rantai makanan biota laut
Pemanasan global adalah peningkatan suhu rata-rata atmosfer di dekat permukaan bumi dan laut selama beberapa dekade terakhir dan proyeksi untuk beberapa waktu yang akan datang.Pemanasan global terjadi akibat dari peningkatan efek rumah kaca yang disebabkan oleh naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Semakin tinggi konsentrasi gas rumah kaca maka semakin banyak radiasi panas dari bumi yang terperangkap di atmosfer dan dipancarkan kembali ke bumi. Hal ini menyebabkan peningkatan suhu di permukaan bumi.
Proses terjadinya pemanasan global seperti yang dijelaskan oleh mbojo.wordpress.com/2008, bahwa sinar matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke angkasa. Setelah dipantulkan kembali berubah menjadi gelombang panjang yang berupa energi panas. Namun sebagian dari energi panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa, karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya. Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas keangkasa (stratosfer) menjadi terpancar kembali ke permukaan bumi (troposfer) atau adanya energi panas tambahan kembali lagi ke bumi dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga lebih dari dari kondisi normal, inilah efek rumah kaca berlebihan karena komposisi lapisan gas rumah kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu naiknya suhu rata-rata dipermukaan bumi maka terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah salah satu parameter dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan iklim secara global.
Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfir yang menyebabkan efek gas rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat aktifitas manusia. Termasuk didalamnya adalah uap air, gas yang mengandung CO2 (Karbon dioksida), CH4(Metan) dan N2O (Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF6 (Sulphur hexafluoride) .
Secara ekologi, peningkatan temperatur air laut akibat pemanasan global berdampak pada musnah / rusaknya terumbu karang serta hilangnya plankton serta micro-organisme biota laut lainnya yang merupakan sumber makanan bagi ikan-ikan kecil yang mempengaruhi rantai makanan dan kelangsungan hidup ikan-ikan pemangsa sebagai sumber nutrisi masyarakat.
2.3.1. Efek pemanasan global terhadap Zooplankton
            Zooplankton merupakan biota yang sangat penting peranannya dalam rantai makanan dilautan. Mereka menjadi kunci utama dalam transfer energi dari produsen utama ke konsumen pada tingkatan pertama dalam tropik ecologi, seperti ikan laut, mamalia laut, penyu dan hewan terbesar dilaut seperti halnya paus pemakan zooplankton (Baleens whale)
Selain itu zooplankton juga berguna dalam regenerasi nitrogen dilautan dengan proses penguraiannya sehingga berguna bagi bakteri dan produktivitas phytoplankton dilaut.
food-web1Peranan lainnya yang tidak kalah penting adalah memfasilitasi penyerapan Karbondioksida (CO2) dilaut. Zooplankton memakan phytoplankton yang menyerap CO2 dan kemudian setiap harinya turun ke bagian dasar laut untuk menghindari pemangsa di permukaan seperti ikan predator, sehingga carbon yang berada di dalam zooplankton tersebut dapat terendapkan di sedimen yang kemudian terendapkan dan terdegradasi. Oleh karena itu zooplankton memegang peranan dalam pendistribusian CO2 dari permukaan ke dalam sedimen didasar laut.







Gambar 2. Rantai makanan dilaut
Perubahan iklim yang mengakibatkan pemanasan suhu permukaan laut juga sangat mempengaruhi keberadaan zooplankton baik kelimpahan, komposisi, hingga keanekaragamannya dilautan. Hal ini sangat berdampak sangat besar dalam proses produktivitas rantai makanan secara luas di lautan.
Ada beberapa hal yang menyatakan bahwa zooplankton juga dipengaruhi oleh terjadinya perubahan iklim, yaitu antara lain :
1. Zooplankton merupakan biota poikilothermic, yaitu biota yang sistem pencernaan, pernafasan dan reproduksinya sangat sensitif terhadap temperatur
2. Siklus hidup zooplankton singkat (< 1 tahun), oleh karena itu iklim berhubungan erat dengan populasi dinamiknya
3. Berbeda dengan ikan ataupun biota komersil lainnya(kecuali udang-udangan dan ubur-ubur), penelitian mengenai trend terhadap respon zooplankton terhadap lingkungannya yang dibandingkan dengan trend ekploitasinya masih belum banyak dikaji
4. Distribusi zooplankton merefleksikan temperatur dan arus dilaut, karena zooplankton terapung bebas hampir sebagian besar siklus hidupnya dan produktivitas reproduksinya pun didisitribusikan oleh arus
5. Arus laut merupakan mekanisme yang paling ideal dalam penyebaran larva secara luas, karena sebagian besar hewan laut mengalami fase planktonic dalam siklus hidupnya.
Dikarenakan hal-hal tersebut jika terjadi perubahan pada temperatur di perairan laut seperti terjadinya pemanasan suhu permukaan laut, tentunya akan berpengaruh pada zooplankton dan hal ini juga berdampak secara luas bagi biota laut lainnya, karena zooplankton merupakan bagian yang penting dalam rantai makanan dilautan terlebih lagi zooplankton itu sendiri merupakan salah satu bagian dari fase biota laut.
2.3.2. Efek pemanasan global terhadap kelangsungan hidup ikan pelagis
Pemanasan global telah banyak mempengaruhi kehidupan mahluk hidup yang ada didunia ini, baik kehidupan yang ada di daratan maupun kehidupan yang ada di lautan, begitu juga dengan ikan pelagis. Riberu P., (2002) mengatakan populasi yang hidup pada suatu habitat dalam lingkungan, dapat memenuhi kebutuhannya karena lingkungan mempunyai kemampuan untuk mendukung kelangsungan hidupnya.
Ikan pelagis juga termasuk ikan yang selalu melakukan migrasi, baik migrasi untuk mencari makan (feeding migration) maupun migrasi untuk tujuan memijah (spawning ground). Ikan pelagis dalam melakukan migrasi selalu mencari suhu yang dapat ditolerir dengan kehidupannya. Ini berarti bahwa ketersediaan (stok) ikan pelagis memang dibatasi oleh suhu. Bahri, T. and P. Freon, (2000) dalam Fauziya et al., (2010) menjelaskan bahwa pembentukan schooling ikan umumnya dipengaruhi oleh  stimuli atau rangsangan dari luar seperti menghindari predator atau mencari lingkungan yang sesuai dan stimuli internal seperti memijah, mencari makanan dan sifat/tingkah laku ikan tersebut.
Menurut Hasyim B., (2004), keadaan lingkungan perairan akan menentukan keberadaan suatu organisme di dalam lingkungan tersebut, dimana setiap kelompok organisme mempunyai kesenangan/toleransi yang berbeda-beda. Misalnya suhu optimal untuk Yellow fin adalah 20-28° C, Albacore 14-22° C, Cakalang 26-29° C, Blue fin tuna 10-28° C dan Big eye tuna 17-23° C. Demikian pula pada daerah upwelling dimana produktifitas primernya cukup tinggi, sering didapatkan kelimpahan kelompok ikan yang lebih tinggi daripada daerah lainnya.
Kisaran suhu antara 28,1 - 29,10 C diduga sebagai batas toleransi ikan pelagis dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Pada umumnya ikan-ikan akan memilih perairan dengan nilai suhu tertentu untuk dapat hidup dengan baik. Hal ini berkaitan erat dengan pergerakan ikan ( Fauziya et al., 2010).

Tugas Kode Genetik


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

            Kode genetik merupakan kombinasi tiga basa (triplet kodon) pada mRNA yang membawa informasi genetik. Penetapan triplet kodon didasarkan atas 20 asam amino penyusun protein dan empat macam basa penyusunnya, sehingga secara matematik apabila menggunakan 2 basa hanya menghasilkan 16 (42) kode genetik tidak cukup mewakili 20 asam amino dan 64 (43) kode genetik apabila menggunakan 3 basa. Sehingga, Telah diketahui bahwa DNA adalah bahan genetic yang memberi informasi genetic dari sel ke sel dan dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
tiga per senyawaan kimia, yaitu asam fosfat, gula  dioksiribosat dan basa nitrogen. Tulang punggung asam fosfat dioksiribosa selalu sama untuk berbagai segmen dari molekul DNA. Tetapi basa nitrogennya berbeda – beda. Berhubung dengan itu informasi genetic tergantung dari urutan basa nitrogen yang menyusun segmen molekul DNA itu.
Urutan basa nitrogen dari suatu segmen molukel DNA itu identik dengan urutan lineair dari asam – asam amino didalam molekul protein. Empat basa DNA itu (A, T, S, dan G) dapat dianggap sebagai alphabet dalam molekul DNA berhubung dengan ini semua informasi genetic harus dinyatakan dengan 4 alfabet DNA ini. Yang menjadi pertanyaan ialah, apakah informasi genetic itu terdapat sebagai bahasa dalam bentuk ucapan nyata ataukah sebagai bahasa dalam bentuk kode. Jika terdapat sebagai bahasa dalam bentuk tata ucapan nyata, molekul DNA memerlukan banyak alphabet. System tata bahasa yang kompleks dan ruangan yang cukup. Semua ityu tentu tidak mungkin disediakan oleh molekul DNA. Berhubung dengan itu para biologiwan molekuler mengambil kesimpulan bahwa informasi genetic yang terdapat didalam molekul ADN itu harus berupa bahasa istimewa yang terbentuk kata – kata kode dengan menggunakan 4 alfabet DNA itu. Setiap pesan genetic yang dinyatakan dalam bentuk kode umumnya dinamakan kriptogram.



B.     Rumusan Masalah
                  1.            Apa yang dimaksud dengan kode genetik?
                  2.            Apa saja ciri-ciri kode genetik?
                  3.            Bagaimanakah peristiwa sintesis protein itu?
                  4.            Apa yang dimaksud dengan transkripsi?
                  5.            Apa yang dimaksud dengan translasi?

C.    Tujuan Masalah
                  1.            Agar mengetahui dan memahami kode genetik.
                  2.            Agar mengetahui ciri-ciri kode genetik.
                  3.            Agar mengetahui peristiwa sintesis protein.
                  4.            Agar mengetahui dan memahami pengertian dari transkripsi.
                  5.            Agar mengetahui pengertian translasi.


BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Kode Genetik
Gen tertentu membawa informasi yang dibutuhkan untuk membuat protein dan informasi itulah yang disebut sebagai kode genetik. Dengan kata lain, kode genetik adalah cara pengkodean urutan nukleotida pada DNA atau RNA untuk menentukan urutan asam amino pada saat sintesis protein. Informasi pada kode genetik ditentukan oleh basa nitrogen pada rantai DNA yang akan menentukan susunan asam amino.
Dalam tahun 1968 nirenberg, khorana dan Holley menerima hadiah nobel untuk penelitian mereka yang sukses menciptakan kode-kode genetik yang hingga sekarang kita kenal. Seperti kita ketahui asam amino dikenal ada 20 macam. Yang menjadi masalah bagaimana 4 basa nitrogen ini dapat mengkode 20 macam asam amino yang diperlukan untuk mengontrol semua aktifitas sel?
Para peneliti melakukan penelitian pada bakteri E. Coli mula mula digunakan basa nitrogen singlet maka diper oleh 4 asam amino saja yang dapat diterjemahkan padahal ke 20 asam amino ini harus diterjemahkan semua agar protein yang dihasilkan dapat digunakan, kemudian para ilmuwan mencobalagi dengan kodon duplet dan baru dapat untuk menterjemahlkan 16 asam amino ini pun belum cukup juga. Kemudian dicoba dengan triplet dan dapat menterjemahkan 64 asam amino hal ini tidak mengapa sekalipun melebihi 20 asam amino toh dari 64 asam amino yang diterjemahkan ada yang memilii simbul/fungsi yang sama diantaranya (kodon asam assparat (GAU dan GAS) sama dengan asam
asam tirosin (UAU, UAS) sama juga dengan triptopan (UGG) bahkan ini sangat menguntungkan pada proses pembentukkan protein karena dapat menggantikan asam amino yang kemungkinan rusan selain itu dari 20 asam amino diantaranya ada yang berfungsi sebagai agen pemotong gen atau tidak dapat bersambung lagi dengan doubel helix asam amino yang berfungsi sebagai agen pemotong gen diantaranya (UAA,UAG,UGA), beberapa sifat dari kode triplet diantaranya :
·         kode genetik ini mempunyai banyak sinonim sehingga hampir setiap asam     amino dinyatakan oleh lebih dari sebuah kodon. Contoh semua kodon yang diawali dengan SS memperinci prolin,(SSU,SSS,SSA dan SSG) semua kodon yang diawali dengan AS memperinci treosin(ASU,ASS,ASA,ASG).
·         tidak tumpang tindih, artinya tiada satu basa tungggal pun yang dapat mengambil bagian dalam pembentukan lebih dari satu kodon, sehingga 64 itu berbeda-beda nukleotidanya.
·         kode genetik dapat mempunyai dua arti yaitu kodon yang sama dapat memperinci lebih dari satu asam amino.
·         kode genetik itu ternyata universal. Tiap triplet yang mewakili informasi bagi suatu asam amino tertentu dinyatakan sebagai kodon. Kode genetika bersifat degeneratif dikarenakan 18 dan 20 macam asam amino ditentukan oleh lebih dari satu kodon, yang disebut kodon sinonimus. Kodon sinonimus tidak ditempatkan secara acak, tetapi dikelompokkan. Kodon sinnonimus memiliki perbedaan pada urutan basa ketiga.
B.     Ciri-Ciri Kode Genetik.
Menurut Nirenberg,dkk (1961) kode genetic memiliki ciri-ciri tertentu. Adapun cirri-cirinya sebagai berikut:
·         Terdiri dari triplet artinya tiap 1 kodon terdiri dari 3 basa, misalnya kodon GCU (asam amino alanin) terdiri dari 3 basa yaitu Guanin(G), Sitosin(C), dan Urasil(U).
·         Non overlapping artinya susunan 3 basa pada kodon berbeda dengan kodon yang lain. Misalnya GCU(alanin) berbeda dengan CUU(leusin).
·         Degenerate artinya 1 asam amino mempunyai kodon lebih dari satu. Misanya pada alanin memiliki 4 kodon yaitu GCU, GCC, GCA, GCG.
·         Universal , artinya kode yang sama berlaku untuk semua makhluk hidup.
Ciri khas protein ditentukan oleh jumlah asam amino, macam dan urutan asam amino yang membangun. Terdapat 20 macam asam amino di dalam tersusun dari 4 macam basa nitrogen pada molekul RNAd, yaitu Adenin (A), Urasil (U) , Sitosis (S) dan Guanin (G). Dari keempat basa tersebut, dapat tersusun 64 triplet kodon, padahal macam asam amino yang ada hanya 20. Dengan demikian terdapat kodong-kodon sinonim (degenerate) , artinya satu asam amino dikode lebih dari satu kodon.
C.    Sintesis Protein

Sintesis protein membutuhkan bahan dasar asam amino dan berlangsung di dalam inti sel dan ribosom. Secara garis besar, sintesis protein berlangsung melalui dua tahap, yaitu transkripsi dan translasi. Sintesis ini melibatkan DNA, RNA, ribosom.
a.      Transkripsi
Transkripsi adalah pembentukan Mrna ( messenger RNA/RNA duta ) dari salah satu pita DNA dengan bantuan enzim RNA polymerase. mRNA pembawa pesan DNA untuk memilih polipeptida yang sesuai dalam sintesis protein.
Informasi genetic di cetak dalam bentuk kode oleh DNA di dalam inti sel. Pembawa informasi/kode ini adalah mRNA. Kode-kode tercermin pada urutan pengulangan basa nitrogen yang teratur dalam mRNA. Ini berarti kode/informasi adalah mRNA itu sendiri. Transkripsi terdiri dari tiga tahap, yaitu inisiasi (permulaan), elongasi (pemanjangan), dan terminasi (pengakhiran) rantai RNA.
Tahapan transkripsi adalah sebagai berikut.
·         RNA polymerase melekat pada molekul DNA sehingga menyebabkan sebagian dari double helix membuka.
·         Akibat terbukanya pita DNA, basa-basa pada salah satu pita menjadi bebas, sehingga member kesempatan basa-basa pasangannya menyusun mRNA. Misalnya : timin (T), dari DNA akan membentuk adenin (A) pada mRNA ; sitosin dari DNA akan membentuk guanin (G) pada mRNA, dan seterusnya. Oleh karena enzim RNA polymerase. Bergerak disepanjang pita DNA yang menjadi model, maka jumlah mRNA yang dihasilkan dari transkripsi dapat melebihi DNA. DNA yang melakukan transkripsi adalah DNA sense/template.
·         mRNA yang sudah selesai dicetak akan meninggalkan inti sel menuju sitoplasma dan melekat pada ribosom. Ribosom adalah granula – granula dalam sitoplasma yangn berperan dalam sintesis protein, biasanya berderet 4 atau 5 dan disebut polisom.
Transkripsi ini mirip dengan replikasi DNA, hanya bedanya :
·         Basa  urasil RNA mengganti timin DNA.
·         mRNA yang terbentuk tidak tetap berpasangan dengan pita DNA pembuatnya, tetapi melepaskan diri meninggalkan inti sel.
·         Replikasi DNA memberikan hasil yang tetap didalam genom, sedangkan pembentukan molekul RNA berlangsung dengan interval dan hasilnya digunakan langsung dalam waktu singkat atau sintesis protein.



b.      Translasi
Translasi adalah pemindahan informasi genetic dari RNA ke protein.
Ribosom akan membaca kode yang ada pada mRNA  dengan bantuan RNA lain, yakni RNA transfer (tRNA). Didalam sitoplasma banyak terdapat tRNA, asam – asam amino dan lebih dari 20 enzim amino asil sintetase.
Tahapan translasi adalah sebagai berikut :
·         Pemindahan asam amino dari sitoplasma ke ribosom dilakukan oleh tRNA. Asam amino terlebih dahulu diaktifkan dengan ATP (Adenosin trifosfat), proses ini dipengaruhi oleh enzim amino asil sintetase. Hasilnya berupa aminoasil adenosine monofosfat (AA-AMP) dan fosfat organic.
·         AA – AMP di ikat oleh tRNA untuk dibawa ke ribosom.
·         Ujung bebas tRNA memiliki tiga basa nitrogen pada salah satu sisi yang dapat mengikat asam amino tertentu yang telah diaktifkan. Bagian itu disebut antikodon, yang nantinya berhubungan dengan tiga basa yang disebut kodon pada pita mRNA.
·         mRNA telah melekat di ribosom. Antikodon harus sesuai dengan pasangan basa dari kodon. Jika suatu unit tRNA melepaskan asam amino, ribosom akan bergerak disepanjang mRNA ketiga basa berikutnya, dimana tRNA lainnya dengan asam amino telah melekat.
·         tRNA yang telah melepaskan asam amino kemudian meninggalkan ribosom. tRNA bebas dalam sitoplasma untuk selanjutnya mengikat asam amino lain semacam yang telah diaktifkan oleh ATP. tRNA dengan asam amino ini datang ke ribosom, melepas asam amino ke mRNA. Demikian seterusnya sehingga di dalam polisom terangkai bermacam – macam asam amino dan tersusun menjadi protein.
Translasi meliputi tiga tahapan, yaitu inisiasi, elongasi, terminasi dan derminasi. Perlu diingat bahwa pada setiap tahap diperlukan enzzim dan dua tahap pertama memerlukan energi.
Jadi, dalam ribosom terjadi penerjemahan urutan nukleotida DNA kedalam bentuk protein. Urutan singkat sintesis protein adalah sebagai berikut :
·         DNA membentuk mRNA untuk membawa kode sesuai dengan urutan basa N – nya.
·         mRNA meninggalkan inti, pergi ke ribosom dalam sitoplasma.
·         tRNA datang membawa asam amino yang sesuai dengan kode yang dibawa oleh mRNA. tRNA ini bergabung dengan mRNA sesuai dengan kode pasangan basa N – nya yang seharusnya.
·         Asam – asam amino akan berjajar – jajar dalam urutan yang sesuai dengan kode sehingga terbentuk lah protein yang diharapkan.

"Tugas Produktivitas Primer"


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.   Latar Belakang

Laut merupakan ekosistem dan habitat terbesar bagi berbagai jenis mahluk hidup di bumi. Lebih dari 70% bagian bumi dikelilingi oleh lautan, sehingga terdapat asumsi bahwa kehidupan di bumi bermula dari laut. Laut memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya yaitu sebagai reservoir atau penampung panas radiasi sinar matahari ke bumi, karena fungsinya ini sehingga laut dapat mempertahankan iklim baik secara lokal maupun global.
Sumber energy primer bagi ekosistem laut adalah cahaya matahari. Energi cahaya matahari hanya dapat diserap oleh organisme tumbuhan  hijau dan organisme fotosintetik. Energi cahaya digunakan untuk mensintesis molekul anorganik menjadi molekul organik yang kaya energy. Molekul tersebut selanjutnya disimpan dalam bentuk makanan dalam tubuhnya dan menjadi sumber bahan organic bagi organisme lain yang heterotrof. Organisme yang memiliki kemampuan untuk mengikat energy dari lingkungan disebut produsen. Di lingkungan perairan Indonesia produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energy dalam ekosistem. Pemasukan energy dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan energy cahaya menjadi energy kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energy yang dimaksudkan adalah penggunaan energy oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas.
Produktivitas primer merupakan laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik (penambatan energi yang dilakukan oleh produsen).  Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan Jumlah energy cahaya yang diubah menjadi energy kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu.
Fitoplankton adalah komponen autotrof plankton. Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan/mensintesis makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan energi seperti matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen.
Nama fitoplankton diambil dari istilah Yunani, phyton atau "tanaman" dan πλαγκτος ("planktos"), berarti "pengembara" atau "penghanyut".[1] Sebagian besar fitoplankton berukuran terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Akan tetapi, ketika berada dalam jumlah yang besar, mereka dapat tampak sebagai warna hijau di air karena mereka mengandung klorofil dalam sel-selnya.

1.2.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat permasalahan yang akan coba dibahas dalam makalah, yaitu
1.         Apa yang dimaksud produktivitas primer laut ?
2.         Apa faktor – faktor yang mempengaruhi produktivitas primer laut ?
3.        Bagaimana peran dan pengaruh fitoplankton terhadap terhadap produktivitas primer laut ?

1.3.   Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1.         Untuk mengetahui pengertian dari produktivitas primer laut.
2.        Untuk mengetahui faktor - faktor apa saja yang berpengaruh dalam produktivitas primer di laut.
3.        Untuk mengetahui peran dan pengaruh fitoplankton terhadap produktivitas primer laut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Produktivitas Primer Laut
Produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energy dalam ekosistem. Pemasukan energy dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan energy cahaya menjadi energy kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energy yang dimaksudkan adalah penggunaan energy oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas.
Produktivitas primer merupakan laju penambatan energy yang dilakukan oleh produsen.  Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan Jumlah energy cahaya yang diubah menjadi energy kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu. Total produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor (gross primary productivity, GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organic dalam respirasinya. Dengan demikian, Produktivitas primer bersih (net primary productivity, NPP) sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energy yang digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs):
Rounded Rectangle: NPP = GPP - Rs 


Dalam sebuah ekosistem, produktivitas primer menunjukkan simpanan energy kimia yang tersedia bagi konsumen. Pada sebagian besar produsen primer, produktivitas primer bersih dapat mencapai 50% – 90% dari produktivitas primer kotor. Produktivitas primer dapat dinyatakan dalam energy persatuan luas persatuan waktu (J/m2/tahun), atau sebagai biomassa (berat kering organik) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem persatuan luasan per satuan waktu (g/m2/tahun). Namun demikian, produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari autotrof fotosintetik yang terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop biomass). Produktivitas primer menunjukkan laju di mana organisme-organisme mensintesis biomassa baru. Meskipun sebuah hutan memiliki biomassa tanaman tegakan yang sangat besar, produktivitas primernya mungkin sesungguhnya kurang dari produktivitas primer beberapa padang rumput yang tidak mengakumulasi vegetasi (Campbell et al., 2002). Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar diperairan dangkal dekat benua dan disepanjang terumbu karang, di mana cahaya dan nutrient melimpah. Produktivitas primer persatuan luas laut terbuka relative rendah karena nutrient anorganic khusunya nitrogen dan fosfor terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam di mana nutrient melimpah, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga fitoplankton, berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan fosfor kepermukaan.
2.2. Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer Laut
Menurut Jordan (1985) dalam Wiharto (2007), Jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun eksosistem. Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang berperan dalam produktivitas primer laut adalah sebagai berikut :
a.Cahaya
Cahaya merupakan salah satu faktor yang menentukan distribusi klorofil-a di laut. Di laut lepas, pada lapisan permukaan tercampur tersedia cukup banyak cahaya matahari untuk proses fotosintesa.  Sedangkan di lapisan yang lebih dalam, cahaya matahari tersedia dalam jumlah yang sedikit bahkan tidak ada sama sekali. Ini memungkinkan klorofil-a lebih banyak terdapat pada bagian bawah lapisan permukaan tercampur atau pada bagian atas dari permukaan lapisan termoklin jika dibandingkan dengan bagian pertengahan atau bawah lapisan termoklin.  Hal ini juga dikemukakan oleh Matsuura et al. (1997) berdasarkan hasil pengamatan di timur laut Lautan Hindia, dimana diperoleh bahwa sebaran konsentrasi klorofil-a pada bagian atas lapisan permukaan tercampur sangat sedikit dan mulai meningkat menuju bagian bawah dari lapisan permukaan tercampur dan menurun secara drastis pada lapisan termoklin hingga tidak ada klorofil-a lagi pada lapisan di bawah lapisan termoklin.
Dengan adanya perbedaan kandungan pigmen pada setiap jenis plankton, maka jumlah cahaya matahari yang diabsorbsi oleh setiap plankton akan berbeda pula.  Keadaan ini berpengaruh terhadap tingkat efisiensi fotosintesa. Fujita (1970) dalam Parsons et al. (1984) mengklasifikasi alga laut berdasarkan efisiensi fotosintesa oleh pigmen kedalam tipe klorofil-a dan b untuk alga hijau dan euglenoid; tipe klorofil-a, c, dan caratenoid untuk diatom, dinoflagelata, dan alga coklat; dan tipe klorofil-a dan ficobilin untuk alga merah dan alga hijau biru.
b.Nutrien
Nutrien adalah semua unsur dan senjawa yang dibutuhkan oleh tumbuhan-tumbuhan dan berada dalam bentuk material organik (misalnya amonia, nitrat) dan anorganik terlarut (asam amino). Elemen-elemen nutrien utama yang dibutuhkan dalam jumlah besar adalah karbon, nitrogen, fosfor, oksigen, silikon, magnesium, potassium, dan kalsium, sedangkan nutrien trace element dibutuhkan dalam konsentrasi sangat kecil, yakni besi, copper, dam vanadium (Levinton, 1982). Menurut Parsons et al. (1984), alga membutuhkan elemen nutrien untuk pertumbuhan.  Beberapa elemen seperti C, H, O, N, Si, P, Mg, K, dan Ca dibutuhkan dalam jumlah besar dan disebut makronutrien, sedangkan elemen-elemen lain dibutuhkan dalam jumlah sangat sedikit dan biasanya disebut mikronutrien atau trace element.
Sebaran klorofil-a di dalam kolom perairan sangat tergantung pada konsentrasi nutrien.  Konsentrasi nutrien di lapisan permukaan sangat sedikit dan akan meningkat pada lapisan termoklin dan lapisan di bawahnya.  Hal mana juga dikemukakan oleh Brown et al. (1989), nutrien memiliki konsentrasi rendah dan berubah-ubah pada permukaan laut dan konsentrasinya akan meningkat dengan bertambahnya kedalaman serta akan mencapai konsentrsi maksimum pada kedalaman antara 500 – 1500 m.
c.Suhu
Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun tidak langsung.  Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa.  Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa (Pmax), sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton (Tomascik et al., 1997 b).
Secara umum, laju fotosintesa fitoplankton meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu berdaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu.
Perairan Indonesia yang merupakan bagian dari laut tropik dicirikan oleh cukup tersedia cahaya matahari namun memiliki konsentrasi nutrien rendah. Keadaan ini mengakibatkan produktivitasnya sangat rendah.  Seperti halnya produktivitas yang rendah bila dibandingkan dengan lingkungan laut lainnya, misalnya dengan laut tropik, laut lepas merupakan bagian dari badan perairan bahari yang memiliki laju produktivitas rendah.  Menurut Valiela (1984), laut terbuka yang luasnya 90 % dari laut dunia memiliki laju perairan pantai, dimana produktivitasnya melebihi 60 % dari produktivitas yang ada di laut.Laju produksi primer di lingkungan laut ditentukan oleh berbagai faktor fisika antara lain:
1. Upwelling
Tingginya produktivitas di laut terbuka yang mengalami upwelling disebabkan karena adanya pengkayaan nutrien pada lapisan permukaan tercampur yang dihasilkan melalui proses pengangkatan massa air dalam. Seperti yang dikemukakan oleh Cullen et al. (1992) bahwa konsentrasi klorofil-a dan laju produktivitas primer meningkat di sekitar ekuator, dimana terjadi aliran nutrien secara vertikal akibat adanya upwelling di daerah divergensi ekuator.
Beberapa daerah-daerah perairan Indonesia yang mengalami upwelling akibat pengaruh pola angin muson adalah Laut Banda, dan Laut Arafura (Wyrtki, 1961 dan Schalk, 1987), Selatan Jawa  dan  Bali ( Hendiarti dkk, 1995 dan Bakti, 1998), dan Laut Timor (Tubalawony, 2000).
Dari pengamatan sebaran konsentrasi klorofil-a di Laut Banda dan Laut Aru diperoleh bahwa konsentrasi klorofil-a tertinggi dijumpai pada Musim Timur, dimana pada saat tersebut terjadi upwelling di Laut Banda, sedangkan klorofil-a terendah dijumpai pada Musim Barat.  Pada saat ini di Laut Banda tidak terjadi upwelling dalam skala yang besar sehingga nilai konsentrasi nutrien di perairan lebih kecil.  Di perairan Banda (Vosjan and Nieuwland, 1987) pada Musim Timur terdapat 2 (dua) periode “bloom” fitoplankton, pertama pada bulan Juni dan kedua di bulan Agustus/September.  Selanjutnya Nontji (1975), dari hasil studi distribusi klorofil-a di Laut Banda pada fase akhir di bulan September diperoleh bahwa konsentrasi klorofil tertinggi di bagian timur Laut Banda, khususnya di sekitar Pulau Kei dan Tanimbar. Juga dikatakan bahwa 60% dari klorofil-a tersebut berada pada kedalaman 25 m. Hendiarti dkk. (1995) mendapatkan bahwa pada Musim Timur di perairan selatan Pulau Jawa-Bali dimana terjadi upwelling, rata-rata konsentrasi klorofil-a sebesar 0,39 mm/l dan pada Musim Barat sekitar 0,18 mm/l.
2.  Percampuran Vertikal Massa Air
Percampuran vertikal massa air sangat berperan di dalam menyuburkan kolom perairan yaitu dengan cara mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan. Dengan meningkatnya nutrien pada lapisan permukaan dan dibantu dengan penetrasi cahaya matahari yang cukup di dalam kolom perairan dapat meningkatkan laju produktivitas primer melalui aktivitas fotosintesa fitoplankton. Chaves and Barber (1987) mengatakan bahwa masukan nutrien terutama untuk mengoptimalkan konsentrasi NO3 pada lapisan permukaan dan secara relatif meningkatkan produksi baru.
Percampuran massa air secara vertikal dipengaruhi oleh tiupan angin.  Pada saat Musim Timur di perairan Indonesia bertiup angin Muson Tenggara yang mengakibatkan sebagian besar perairan Indonesia Timur mengalami pergolakan yang mengakibatkan terjadinya percampuran massa air secara vertikal.  Tubalawony (2000) berdasarkan data ekspedisi Baruna Jaya pada musim timur tahun 1991 mendapatkan adanya percampuran vertikal massa air di  perairan lepas pantai Laut Timor yang umumnya lebih dangkal.  Akibatnya kandungan klorofil-a di dalam kolom perairan  umumnya lebih tinggi bila dibandingkan dengan bagian lain dari perairan Laut Timor.
3.      Percampuran Massa Air secara Horisontal
Sistem angin muson dan arlindo juga mempengaruhi pola sirkulasi massa air di Perairan Indonesia.  Sistem ini mengakibatkan terjadinya percampuran antara dua massa air yang berbeda di suatu perairan.  Misalnya pada saat Musim Timur, massa air dari Lautan Pasifik akan bertemu dengan massa air Laut Banda yang mengalami upwelling atau pada saat bertiup angin muson tenggara terjadi penyebaran massa air perairan Indonesia Timur ke perairan Indonesia bagian barat dan sebaliknya terjadi pada saat bertiup angin muson barat laut. Dengan demikian sirkulasi massa air dan percampuran massa air akan mempengaruhi produktivitas primer suatu perairan.  Tingginya produktivitas suatu perairan akan berhubungan dengan daerah asal dimana massa air di peroleh.  Nontji (1974) dalam Monk et al. (1997) mengatakan bahwa rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Indonesia kira-kira 0,19 mg/m3 dan 0,16 mg/m3 selama Musim Barat, dan 0,21 mg/m3 selama Musim Timur.
Selain beberapa faktor fisik di atas, keberadaan lapisan termoklin sangat mendukung tingginya laju produktivitas produksi primer. Bagian bawah dari lapisan tercampur atau bagian atas dari lapisan termoklin merupakan daerah yang memiliki konsentrasi nutrien yang cukup tinggi sehingga dapat merangsang meningkatnya produktivitas primer.  Lapisan termoklin yang dangkal lebih berperan dalam menunjang produktivitas perairan.  Karena pada saat terjadinya proses percampuran vertikal, nutrien pada lapisan termoklin lebih mudah mencapai lapisan permukaan tercampur jika dibandingkan dengan lapisan termoklin yang lebih dalam.  Beberapa penelitian tentang produktivitas primer dalam kaitannya dengan keberadaan massa air menyimpulkan bahwa kedalaman dimana konsentrasi klorofil-a maksimum adalah pada bagian batas atas lapisan termoklin.  Matsuura et al. (1997) dari hasil pengamatannya di timur laut Lautan Hindia mendapatkan bahwa konsentrasi klorofil-a pada lapisan permukaan tercampur sangat sedikit dan mulai meningkat menuju bagian bawah dari lapisan permukaan tercampur dengan konsentrasi maksimum terdapat pada kedalaman kira-kira 75 – 100 m. Sedangkan Hendiarti dkk. (1995) mengatakan bahwa konsentrasi maksimum klorofil-a di perairan selatan Pulau Jawa – Bali berada pada kedalaman 20 m pada Musim Timur dan 80 m pada Musim Barat. Umumnya kedalaman tersebut merupakan batas atas lapisan termoklin.

2.3 Fitoplankton Sebagai Produktivitas Primer Laut
Fitoplakton  menurut Arinardi, dkk (1997) merupakan nama untuk plankton tumbuhan atau plankton nabati. Menurut Boney (1989) biota fitoplankton adalah tanaman yang diklasifikasikan ke dalam  kelas alga. Ukurannya sangat kecil, tak dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran yang paling umum berkisar antara 2 – 200 mikro meter (1 mikro meter = 0,001 mm). Fitoplankton umumnya berupa individu bersel tunggal, tetapi ada juga yang membentuk rantai.
Meskipun fitoplankton membentuk sejumlah besar biomassa di laut, kelompok ini hanya diwakili oleh beberapa filum saja. Sebagian besar bersel satu dan mikroskopik, dan mereka termasuk filum Chrysophyta, yakni alga kuning-hijau yang meliputi diatom dan kokolifotor. Selain ini terdapat beberapa jenis alga hijau-biru (Cyanophyta), alga coklat (Phaeophyta) dan satu kelompok besar dari Dinoflagellata (Pyrophyta).
Anggota fitoplankton yang merupakan minoritas adalah berbagai alga hijau biru (Cyanophyceae), kokolitofor (Coccolithophoridae, Haptophyceae), dan silicoflagellata (Dictyochaceae, Chrysophyceae). Cyanophyceae laut hanya terdapat di laut tropik dan sering sekali membentuk “permadani” filamen yang padat dan dapat mewarnai air (Nybakken, 1992).
Fitoplankton ada yang berukuran besar dan kecil dan biasanya yang besar tertangkap oleh jaringan plankton yang terdiri dari dua kelompok besar, yaitu diatom dan dinoflagellata. Diatom mudah dibedakan dari dinoflagellata karena bentuknya seperti kotak gelas yang unik dan tidak memiliki alat gerak. Pada proses reproduksi tiap diatom akan membelah dirinya menjadi dua. Satu belahan dari bagian hidup diatom akan menempati katup atas (epiteka) dan belahan yang kedua akan menempati katup bawah (hipoteka). Sedangkan kelompok utama kedua yaitu dinoflagellata yang dicirikan dengan sepasang flagella yang digunakan untuk bergerak dalam air. Beberapa dinoflagellata seperti Nocticula yang mampu menghasilkan cahaya melalui proses bioluminesens (Nybakken, 1992).
Fitoplankton hanya dapat dijumpai pada lapisan permukaan saja karena mereka hanya dapat hidup di tempat-tempat yang mempunyai sinar matahari yang cukup untuk melakukan fotosintesis. Mereka akan lebih banyak dijumpai pada tempat yang terletak di daerah continental shelf dan di sepanjang pantai dimana terdapat proses upwelling. Daerah ini biasanya merupakan suatu daerah yang cukup kaya akan bahan-bahan organik (Hutabarat dan Evans, 1985).
Keberadaan fitoplankton di suatu perairan memberikan kontribusi terbesar terhadap produktivitas primer di satu perairan.  Menurut Steeman-Nielsen (1952), kurang lebih 95% produktivitas primer di laut disumbangkan oleh fitoplankton. Namun ternyata tidak selamanya populasi fitoplankton yang padat dapat memberikan dampak positif pada kesuburan perairan.  Pada beberapa kasus, ledakan populasi fitoplankton justru menjadi bencana bagi kehidupan biota lainnya.  Hal inilah yang kemudian disebut blooming atau ledakan populasi.  Pada umumnya, fenomena blooming ditandai dengan berubahnya warna air laut yang dikenal dengan sebutan red tide atau pasang merah.  Namun pada perkembangannya, istilah ini sering menyesatkan karena ledakan fitoplankton ternyata tidak selalu dicirikan dengan warna merah (red).  Blooming fitoplankton juga dapat menyebabkan air laut berubah warna dari biru-hijau menjadi merah kecoklatan, hijau, atau kuning-hijau, bergantung pada pigmen yang dikandungnya (Nontji, 2006).  Bahkan dalam beberapa kasus, ledakan fitoplankton tidak menimbulkan warna apa-apa di permukaan laut.
Istilah yang saat ini mulai sering digunakan di dunia internasional adalah HAB atau harmful algal bloom.  HAB merupakan istilah untuk menyatakan ledakan populasi fitoplankton yang berbahaya karena spesies-spesies penyebab HAB menyebabkan racun atau toksik. Spesies HAB sendiri dibagi ke dalam dua kelompok, yakni penghasil racun dan penghasil biomassa tinggi. Fenomena ini sering terjadi begitu saja tanpa diketahui faktor-faktor yang menyebabkannya dan tanpa dapat diprediksi waktu terjadinya.  Secara umum, penyebab terjadinya HAB juga berasal dari aktivitas manusia sehingga dapat meningkatkan pemasukan bahan organik ke perairan, transportasi dan pembuangan air ballast atau bekas pencucian kapal.


BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari isi makalah ini sebagai berikut :
1.  Produktivitas primer merupakan laju penambatan energy yang dilakukan oleh produsen.  Menurut Campbell (2002), Produktivitas primer menunjukkan Jumlah energy cahaya yang diubah menjadi energy kimia oleh autotrof suatu ekosistem selama suatu periode waktu tertentu.
2.  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi produktivitas pimer di laut diantaranya cahaya, nutrien dan suhu. Selain itu terdapat pula beberapa faktor fisika diantaranya upwelling, pencampuran vertikal masa air dan pencampuran masa air secara horisontal.
3. Fitoplankton merupakan organisme kecil yang hanya hidup di permukaan dan banyak terdapat di laut dan pitoplankton merupakan produsen yang berperan penting dalam ekosistem laut. Akan tetapi apa bila terjadi penumpukan fitoplankton akan menyebabkan kerusakan pada ekosistem laut itu sendiri.
3.2     Saran
Sebagai saran dari kesimpulan yang diambil mengenai ” Pengaruh Fitoplankton terhadap Produktifitas Primer Laut” agar isi makalah ini dapat di pahami secara menyeluruh dan dapat bermanfaat sebagai bahan referensi untuk mahasiswa/mahasiswi mempelajari mata kuliah Biologi Laut..