BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang
Kita tahu bahwa laut di permukaan bumi ini menempati sebagian besar permukaan bumi, ini menampakkan betapa pentingnya laut bagi keseimbangan kehidupan di bumi. Seperti yang dipaparkan oleh Prager dan Earle, 2000 dalam Dahuri R., 2003, Secara global laut meliputi dua pertiga dari permukaan bumi dan menyediakan sekitar 97% dari keseluruhan ruang kehidupan di bumi, dan laut telah membentuk dan mendukung keberadaan serta kehidupan umat manusia di bumi sejak munculnya mahluk hidup pertama dari laut.
Laut merupakan sebuah ekosistem besar yang di dalamnya terdapat interaksi yang kuat antara faktor biotik dan abiotik. Interaksi yang terjadi bersifat dinamis dan saling mempengaruhi. Lingkungan menyediakan tempat hidup bagi organisme-organisme yang menempatinya sebaliknya makluk hidup dapat mengembalikan energi yang dimanfaatkkannya ke dalam lingkungan. Suatu daur energi memberikan contoh nyata akan keberadaan interaksi tersebut. Di laut terjadi transfer energi antar organisme pada tingkatan tropis yang berbeda dengan demikian terjadi proses produksi. Hirarki proses produksi membentuk sebuah rantai yang dikenal dengan rantai makanan (Notji, 2002).
Rantai makanan adalah suatu peristiwa perpindahan energy makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makanan (tumbuhan-herbivora-carnivora). Pada setiap tahap pemindahan energy, 80%-90% energy potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja. Dalam rantai makanan ini, semua kehidupan hewan tergantung pada kemampuan tumbuhan hijau untuk berfotosintesis. Di laut, fitoplankton merupakan produsen makanan utama.
Namun peristiwa rantai makanan ini akan mengalami gangguan jika salah satu jaringan rantai makanan terputus. Salah satu gangguan tersebut yaitu pemanasan global, yang saat ini merupakan isu terhangat dunia. Para peneliti mengatakan bahwa pemanasan global ini akan mengancam kehidupan di laut yaitu dengan terganggunya keseimbangan rantai makanan pada biota laut.
Dalam makalah ini akan dibahas seberapa besar dampak dari pemanasan global terhadap keseimbangan rantai makanan pada biota laut.
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat permasalahan yang akan coba dibahas dalam makalah, yaitu
1. Apa yang dimaksud rantai makanan (food chain) ?
2. Apa saja komponen-komponen rantai makanan di laut ?
3. Bagaimana pengaruh pemanasan global terhadap keseimbangan rantai makanan pada biota laut ?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi Laut, ada tujuan lain yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian dari rantai makanan.
2. Untuk mengetahui komponen apa saja yang ada dalam rantai makanan di laut.
3. Untuk mengetahui bagaimana dampak pemanasan global sebagai salah satu factor yang dapat mengganggu keseimbangan rantai makanan pada biota laut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Rantai makanan
Semua organisme hidup akan selalu membutuhkan organisme lain dan lingkungan hidupnya. Hubungan yang terjadi antara individu dengan lingkungannya sangat kompleks, bersifat saling mempengaruhi atau timbal balik. Hubungan timbal balik antara unsur-unsur hayati dengan nonhayati membentuk sistem ekologi didalam ekosistem. Didalam ekosistem terjadi rantai makanan/ aliran energy dan siklus biogeokimia. Rantai makanan dapat dikategorikan sebagai interaksi antar organisme dalam bentuk predasi.
Rantai makanan merupakan proses pemindahan energi makanan dari sumbernya melalui serangkaian jasad-jasad dengan cara makan-dimakan yang berulang kali (Romimohtarto dan Juwana, 1999). Terdapat tiga macam rantai pokok (Anonim 2008).yaitu rantai pemangsa, rantai parasit dan rantai saprofit.
1. Rantai Pemangsa
Rantai pemangsa adalah landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen. Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivore sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivore sebagai konsumen ke 2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3.
2. Rantai Parasit
Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup sebagai parasit. Contoh cacing, bakteri dan benalu.
3. Rantai Saprofit
Dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri. Rantai tersebut tidak berdiri sendiri akan tetapi saling berkaitan satu dengan yang lainnya sehingga membentuk faring-faring makanan.
Sedangkan menurut sifat sumbernya, rantai makanan dapat dibagi menjadi 2 (dua), yakni
1. Rantai Makanan Meramban atau Merumput (grazing)
Dalam rantai makanan ini, semua kehidupan hewan tergantung pada kemampuan tumbuhan hijau untuk berfotosintesis. Di laut, fitoplankton merupakan produsen makanan utama. Selanjutnya zooplankton memakan fitoplankton. Zooplankton yang umum terdapat di laut adalahCopepoda. Zooplankton ini adalah herbivora, memakan Diatom dan Dinoflagellata. Zooplankton lain adalahCrustacea planktonik. Menurut Nontji (1993) telur dan larva ikan yang terdapat di perairan bebas merupakan plankton sementara (meroplankton). Larva ikan ini bergantung pada jumlah fitoplankton yang ada disekitarnya. Ikan pemakan plankton adalah mangsa dari ikan karnivora seperti kembung, tongkol dan barakuda. Dan pemangsa ini adalah akhir dari rantai makanangrazi ng
2. Rantai Makanan Detritus.
Tumpukan besar detritus baik secara langsung maupun tidak, berasal dari biomassa tumbuhan dan hewan. Akan tetapi biomassa tumbuhan lebih banyak dibanding hewan. Oleh karena sumber
Detritus berupa feses juga berasal dari hewan herbivora. Romimohtarto dan Juwana (1999). Menyatakan bahwa sebanyak 10 – 50 % makanan yang dimakan oleh hewan tidak dicernakan, melainkan dibuang sebagai feses.
2.2. Komponen Rantai Makanan di Laut
Fitoplankton adalah penyedia makanan di dalam rantai makanan di laut atau disebut juga produsen. Ia merupakan makhluk hidup bersel satu yang sangat kecil, tidak bisa terlihat oleh mata telanjang (bisa dilihat melalui mikroskop) dan hidupnya melayang-layang di dalam laut. Fitoplankton disebut produsen karena memiliki klorofil untuk membuat makanan sendiri dengan bantuan cahaya matahari. Proses ini disebut fotosintesis. Contoh fitoplankton adalah dinoflagellata dan diatomae.
Zooplankton adalah hewan air yang kecil dan hidupnya melayang-layang di air. Ia tidak memiliki kemampuan untuk berfotosintesis seperti fitoplankton. Dalam rantai makanan di laut, zooplankton hidup dari memakan fitoplankton. Zooplankton yang lebih besar memakan zooplankton yang lebih kecil.
Hewan laut kecil seperti ikan sarden, ikan herring, kepiting dan lobster memakan zooplankton. Dalam rantai makanan di laut, zooplankton pemakan fitoplankton disebut konsumen I. Zooplankton pemakan zooplankton yang lebih kecil disebut konsumen II. Selanjutnya, hewan kecil pemakan zooplankton (konsumen II) di sebut konsumen III.
Hewan laut besar seperti ikan hiu, ikan pedang dan gurita memakan hewan laut kecil.
Predator adalah hewan yang menempati posisi tertinggi di dalam rantai makanan di laut. Contohnya paus dan paus pembunuh. Mammalia ini tidak hanya memakan ikan-ikan besar, tetapi juga serombongan ikan-ikan kecil.
Hewan laut besar seperti ikan hiu, ikan pedang dan gurita memakan hewan laut kecil.
Predator adalah hewan yang menempati posisi tertinggi di dalam rantai makanan di laut. Contohnya paus dan paus pembunuh. Mammalia ini tidak hanya memakan ikan-ikan besar, tetapi juga serombongan ikan-ikan kecil.
Dekomposer adalah pengurai jasad makhluk hidup yang telah mati. Biasanya hidup di dasar laut dan disebut bentos. Dekomposer ini akan mengurai bangkai atau sisa-sisa makhluk hidup menjadi komponen yang lebih kecil lagi agar bisa digunakan kembali oleh fitoplankton sebagai sumber nutrisi untuk membuat makanan.
Peranan dekomposer sangat penting di dalam menjaga keseimbangan rantai makanan di laut. Tanpa kehadirannya, makhluk hidup yang mati tidak mampu membusuk. Fitoplankton pun tidak memiliki unsur hara sebagai bahan pembuatan makanan. Contoh dekomposer adalah bakteri, bintang laut, belut laut, cacing laut, dan udang.
2.3. Pengaruh pemanasan global terhadap rantai makanan biota laut
Pemanasan global adalah peningkatan suhu rata-rata atmosfer di dekat permukaan bumi dan laut selama beberapa dekade terakhir dan proyeksi untuk beberapa waktu yang akan datang.Pemanasan global terjadi akibat dari peningkatan efek rumah kaca yang disebabkan oleh naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Semakin tinggi konsentrasi gas rumah kaca maka semakin banyak radiasi panas dari bumi yang terperangkap di atmosfer dan dipancarkan kembali ke bumi. Hal ini menyebabkan peningkatan suhu di permukaan bumi.
Proses terjadinya pemanasan global seperti yang dijelaskan oleh mbojo.wordpress.com/2008, bahwa sinar matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke angkasa. Setelah dipantulkan kembali berubah menjadi gelombang panjang yang berupa energi panas. Namun sebagian dari energi panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa, karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya. Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas keangkasa (stratosfer) menjadi terpancar kembali ke permukaan bumi (troposfer) atau adanya energi panas tambahan kembali lagi ke bumi dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga lebih dari dari kondisi normal, inilah efek rumah kaca berlebihan karena komposisi lapisan gas rumah kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu naiknya suhu rata-rata dipermukaan bumi maka terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah salah satu parameter dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan iklim secara global.
Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfir yang menyebabkan efek gas rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat aktifitas manusia. Termasuk didalamnya adalah uap air, gas yang mengandung CO2 (Karbon dioksida), CH4(Metan) dan N2O (Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF6 (Sulphur hexafluoride) .
Secara ekologi, peningkatan temperatur air laut akibat pemanasan global berdampak pada musnah / rusaknya terumbu karang serta hilangnya plankton serta micro-organisme biota laut lainnya yang merupakan sumber makanan bagi ikan-ikan kecil yang mempengaruhi rantai makanan dan kelangsungan hidup ikan-ikan pemangsa sebagai sumber nutrisi masyarakat.
2.3.1. Efek pemanasan global terhadap Zooplankton
Zooplankton merupakan biota yang sangat penting peranannya dalam rantai makanan dilautan. Mereka menjadi kunci utama dalam transfer energi dari produsen utama ke konsumen pada tingkatan pertama dalam tropik ecologi, seperti ikan laut, mamalia laut, penyu dan hewan terbesar dilaut seperti halnya paus pemakan zooplankton (Baleens whale)
Selain itu zooplankton juga berguna dalam regenerasi nitrogen dilautan dengan proses penguraiannya sehingga berguna bagi bakteri dan produktivitas phytoplankton dilaut.
Peranan lainnya yang tidak kalah penting adalah memfasilitasi penyerapan Karbondioksida (CO2) dilaut. Zooplankton memakan phytoplankton yang menyerap CO2 dan kemudian setiap harinya turun ke bagian dasar laut untuk menghindari pemangsa di permukaan seperti ikan predator, sehingga carbon yang berada di dalam zooplankton tersebut dapat terendapkan di sedimen yang kemudian terendapkan dan terdegradasi. Oleh karena itu zooplankton memegang peranan dalam pendistribusian CO2 dari permukaan ke dalam sedimen didasar laut.
Gambar 2. Rantai makanan dilaut
Perubahan iklim yang mengakibatkan pemanasan suhu permukaan laut juga sangat mempengaruhi keberadaan zooplankton baik kelimpahan, komposisi, hingga keanekaragamannya dilautan. Hal ini sangat berdampak sangat besar dalam proses produktivitas rantai makanan secara luas di lautan.
Ada beberapa hal yang menyatakan bahwa zooplankton juga dipengaruhi oleh terjadinya perubahan iklim, yaitu antara lain :
1. Zooplankton merupakan biota poikilothermic, yaitu biota yang sistem pencernaan, pernafasan dan reproduksinya sangat sensitif terhadap temperatur
2. Siklus hidup zooplankton singkat (< 1 tahun), oleh karena itu iklim berhubungan erat dengan populasi dinamiknya
3. Berbeda dengan ikan ataupun biota komersil lainnya(kecuali udang-udangan dan ubur-ubur), penelitian mengenai trend terhadap respon zooplankton terhadap lingkungannya yang dibandingkan dengan trend ekploitasinya masih belum banyak dikaji
4. Distribusi zooplankton merefleksikan temperatur dan arus dilaut, karena zooplankton terapung bebas hampir sebagian besar siklus hidupnya dan produktivitas reproduksinya pun didisitribusikan oleh arus
5. Arus laut merupakan mekanisme yang paling ideal dalam penyebaran larva secara luas, karena sebagian besar hewan laut mengalami fase planktonic dalam siklus hidupnya.
Dikarenakan hal-hal tersebut jika terjadi perubahan pada temperatur di perairan laut seperti terjadinya pemanasan suhu permukaan laut, tentunya akan berpengaruh pada zooplankton dan hal ini juga berdampak secara luas bagi biota laut lainnya, karena zooplankton merupakan bagian yang penting dalam rantai makanan dilautan terlebih lagi zooplankton itu sendiri merupakan salah satu bagian dari fase biota laut.
2.3.2. Efek pemanasan global terhadap kelangsungan hidup ikan pelagis
Pemanasan global telah banyak mempengaruhi kehidupan mahluk hidup yang ada didunia ini, baik kehidupan yang ada di daratan maupun kehidupan yang ada di lautan, begitu juga dengan ikan pelagis. Riberu P., (2002) mengatakan populasi yang hidup pada suatu habitat dalam lingkungan, dapat memenuhi kebutuhannya karena lingkungan mempunyai kemampuan untuk mendukung kelangsungan hidupnya.
Ikan pelagis juga termasuk ikan yang selalu melakukan migrasi, baik migrasi untuk mencari makan (feeding migration) maupun migrasi untuk tujuan memijah (spawning ground). Ikan pelagis dalam melakukan migrasi selalu mencari suhu yang dapat ditolerir dengan kehidupannya. Ini berarti bahwa ketersediaan (stok) ikan pelagis memang dibatasi oleh suhu. Bahri, T. and P. Freon, (2000) dalam Fauziya et al., (2010) menjelaskan bahwa pembentukan schooling ikan umumnya dipengaruhi oleh stimuli atau rangsangan dari luar seperti menghindari predator atau mencari lingkungan yang sesuai dan stimuli internal seperti memijah, mencari makanan dan sifat/tingkah laku ikan tersebut.
Menurut Hasyim B., (2004), keadaan lingkungan perairan akan menentukan keberadaan suatu organisme di dalam lingkungan tersebut, dimana setiap kelompok organisme mempunyai kesenangan/toleransi yang berbeda-beda. Misalnya suhu optimal untuk Yellow fin adalah 20-28° C, Albacore 14-22° C, Cakalang 26-29° C, Blue fin tuna 10-28° C dan Big eye tuna 17-23° C. Demikian pula pada daerah upwelling dimana produktifitas primernya cukup tinggi, sering didapatkan kelimpahan kelompok ikan yang lebih tinggi daripada daerah lainnya.
Kisaran suhu antara 28,1 - 29,10 C diduga sebagai batas toleransi ikan pelagis dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Pada umumnya ikan-ikan akan memilih perairan dengan nilai suhu tertentu untuk dapat hidup dengan baik. Hal ini berkaitan erat dengan pergerakan ikan ( Fauziya et al., 2010).